TANJUNGPINANG (HAKA) – Calon Wakil Wali Kota Tanjungpinang nomor urut satu Rahma, menanggapi persoalan surat yang katanya belum diurusnya.
“Saya tetap optimis. Karena saya berpedoman pada aturan dan undang-undang yang berlaku,” ujarnya saat menggelar jumpa pers di kediamannya, Senin (30/4/2018).
Saat ditemui Rahma yang waktu itu didampingi oleh Tim Advokasi Sabar, Agung Wiradarma membeberkan dasar yang membuat pihaknya, tetap optimis jika Rahma bakal terus maju dalam Pilwako Tanjungpinang tahun 2018 ini.
Meskipun tanpa mengantongi surat pengunduran diri dari Partai PDI Perjuangan.
Agung menyebutkan, Kemendagri melalui Dirjen Otda pada tanggal (29/1/2018) telah menerbitkan edaran dengan No 270/720/OTDA ke seluruh Pemda, yang menggelar Pilkada terkait dengan Penegasan Terkait Pilkada Serentak Tahun 2018.
Pada poin tujuh dalam edaran tersebut dibunyikan berdasarkan pasal 7 dan pasal 45 Undang-undang No 10 Tahun 2016 ditegaskan bahwa, terhitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU pada (12/2/2018) maka anggota DPR, DPD, DPRD, PNS, TNI/Polri, Pejabat BUMN, dan Kepala Desa atau sebutan lain masing-masing telah berhenti dalam jabatannya.
“Sementara sekarang Rahma sudah ditetapkan sebagai pasangan calon. Sehingga secara otomatis dia sudah tidak lagi menjadi anggota DPRD. Jadi dalam edaran itu sebenarnya sudah jelas semuanya,” sebutnya.
“Selama ini kita sudah berupaya untuk mengurus surat itu. Tapi tidak juga kunjung diterbitkan,” ungkapnya.
Hal ini dapat dibuktikan, dengan dimasukkannya surat pengunduran diri Rahma sebagai kader Partai PDI Perjuangan pada (7/1/2018) lalu ke Kantor DPC PDI Perjuangan. Kemudian, pada (21/2/2018) ke DPRD Kota Tanjungpinang.
“Jadi kalau Syahrial bilang Rahma tidak pernah meminta surat pemberhentian, secara tegas hal itu kami bantah. Karena pada saat itu kami sudah meminta agar surat itu dapat ditindaklanjuti oleh Ketua DPRD dan Ketua DPC,” jelasnya.
Agung juga menyayangkan pernyataan Syahrial yang menyebut sesuai dengan amanat Undang-undang 23 tahun 2014 pasal 69 ayat 1, jika surat pemberhentian tersebut harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari DPC PDI Perjuangan. Hal itu dianggapnya sebagai informasi yang sesat.
Sebab, UU No 23 Tahun 2014 itu merupakan undang-undang tentang pemerintahan daerah, dan tidak ada sangkut pautnya dengan pelaksanaan Pilkada.
“Karena setelah kami pelajari pasal 69 itu isinya menyangkut tentang kewajiban kepala daerah. Saya menilai apa yang disampaikan (Syahrial) ini adalah pembodohan publik,” sebutnya.
Selain itu Agung juga menyayangkan pernyataan Syahrial yang menyebut saat mengantarkan surat pengunduran diri ke DPC PDI Perjuangan, Rahma hanya menitipkan surat tersebut ke petugas kantor.
Bukan ke ketua atau sekretaris DPC PDI Perjuangan Kota Tanjungpinang. Terkait hal ini, Agung menyebut jika sebelum Rahma mengantarkan surat itu ia terlebih dahulu berkomunikasi dengan Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Tanjungpinang Sukandar. Saat itu Sukandar mengarahkan agar surat tersebut dititipkan dulu ke petugas yang bernama Untung.
“Sampai sekarang rekaman pembicaraan telepon saya dan Pak Sukandar waktu itu masih ada,” tuturnya.
Disinggung apakah saat mengajukan surat pengunduran diri Rahma disertai dengan alasan Rahma mengundurkan diri. Agung menjawab hal itu memang tidak dilakukan oleh pihaknya.
Namun, kata dia meskipun tidak dituliskan seharusnya PDI Perjuangan sudah tahu alasan kenapa Rahma mengundurkan diri baik sebagai kader PDI Perjuangan, maupun sebagai anggota DPRD dari fraksi PDI Perjuangan.
“Memang dalam isi surat pengunduran diri itu tidak dituliskan alasan pengunduran dirinya. Tapi kan sebenarnya mereka sudah tahu alasan pengunduran diri Rahma itu,” pungkasnya.(kar)