Beranda Daerah Batam

Sosialisasi Bahaya TPPO, Kemenkominfo Gelar Forum Tentang Online Scamming

0
Narasumber Forum Literasi Politik, Hukum, dan Keamanan Digital (Firtual) di Batam-f/istimewa-kemenkominfo

BATAM (HAKA) – Kementerian Kominfo RI melalui Forum Literasi Politik, Hukum, dan Keamanan Digital (Firtual), menggelar sosialisasi yang mengangkat tema Waspada Perdagangan Orang dan Online Scamming, Selasa (11/6/2024) di Kota Batam.

Adapun narasumber ahli yang hadir, yakni, Iptu Yanti Harefa sebagai Panit Subdit Remaja, Anak, dan Wanita Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kepri, dan Iestri Kusumah selaku Psikolog dan Content Creator.

Ketua Tim Informasi dan Komunikasi Hukum dan HAM, Astrid Ramadiah Wijaya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah hadir, dan berkontribusi dalam acara ini.

Menurut Astrid, sesuai dengan Perpres nomor 19 tahun 2023, bahwa Kementerian Kominfo berperan untuk melaksanakan kegiatan sosialisasi bahaya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di daerah asal, transit, tujuan dan daerah dengan potensi wisata.

Selain itu, kata dia, Kominfo juga berperan untuk melakukan diseminasi informasi bahaya TPPO, melalui berbagai kanal. Seperti media luar ruang, media sosial serta media online, sebagai upaya untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait TPPO.

Untuk itu, dengan adanya forum ini, Astrid menekankan pentingnya meningkatkan literasi masyarakat tentang perdagangan TPPO dan online scamming, mengingat kedua isu tersebut semakin marak terjadi di Indonesia.

Ia menambahkan, menurut data yang tercatat di Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak atau (Simfoni PPA), sepanjang tahun 2017 hingga Oktober 2022 (6 tahun) tercatat sebanyak 2.356 korban TPPO.

Melihat data itu, maka ini menunjukkan bahwa TPPO merupakan kejahatan serius yang perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius dari semua pihak.

Astrid menyampaikan dalam pernyataan dari Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran (BP2MI), Benny Rhamdani, bahwa terdapat modus operandi penempatan ilegal PMI yang beragam, termasuk melalui calo, propaganda di media sosial, dan lembaga pelatihan kerja (LPK) abal-abal.

Baca juga:  Bahas Keberagaman dalam Demokrasi, Kemenkominfo: Kebhinekaan Jalan Menuju Indonesia Maju

Oleh karena itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati dan waspada terhadap tawaran pekerjaan yang menjanjikan gaji tinggi dan proses yang mudah.

Senada dengan Astrid, Yanti Harefa menambahkan, bahwa modus operandi perdagangan orang memang marak terjadi di era digital.

Dia menjelaskan bahwa para pelaku perdagangan orang memanfaatkan platform media sosial untuk menjerat korban dengan iming-iming gaji tinggi atau peluang kerja yang menarik di luar negeri.

“Jejaring media sosial menjadi lahan empuk bagi para pelaku untuk menjaring korban. Iming-iming pekerjaan menjanjikan di luar negeri dengan gaji tinggi menjadi umpan yang kerap memikat calon korban,” ucapnya.

Yanti Harefa juga menuturkan bahwa para pelaku perdagangan orang seringkali memisahkan korban dari keluarga mereka untuk mempermudah kontrol dan eksploitasi.

Hal ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti menyita alat komunikasi korban, melarang mereka untuk menghubungi keluarga, atau bahkan mengancam keselamatan jika mencoba melarikan diri.

“Putusnya komunikasi ini membuat korban semakin terisolasi dan sulit untuk mendapatkan bantuan,” ujarnya.

Di kesempatan yang sama, Iestri Kusumah menyoroti tingginya kerentanan Generasi Z terhadap penipuan online. Menurutnya, meskipun terlahir dan dibesarkan di era digital, generasi Z dirasa masih kurang mumpuni dalam mengenali modus-modus penipuan yang marak terjadi di platform online.

“Generasi Z memang terbiasa dengan teknologi, namun mereka belum memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup untuk mengidentifikasi dan menghindari jebakan penipuan online,” ucapnya.

Lebih lanjut, Iestri Kusumah menjelaskan bahwa beberapa faktor yang membuat generasi Z rentan terhadap penipuan online, antara lain, kurangnya edukasi dan literasi digital.

Generasi Z dinilai belum mendapatkan edukasi yang memadai tentang potensi bahaya di dunia digital, termasuk modus-modus penipuan online.

Selain itu, menurutnya generasi Z cenderung impulsif dan mudah tergoda dengan tawaran menarik yang mereka temui di internet, tanpa memikirkannya secara matang.

Baca juga:  Korupsi Insentif Covid, Ada Oknum Pegawai Puskesmas Jadi Tukang Kumpulkan Uang

“Disamping itu, mereka terbiasa membagikan informasi pribadi di media sosial, yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan untuk melancarkan aksinya,” tuturnya.

Untuk mengatasi kerentanan ini, Iestri Kusumah menyarankan agar generasi Z meningkatkan literasi digital, serta mempelajari tentang modus-modus penipuan online dan cara untuk menghindarinya.

“Salah satunya jangan mudah percaya dengan orang asing di media sosial atau platform online lainnya. Hindari membagikan informasi pribadi yang sensitif,” tuturnya.

Di sisi lain, generasi Z harus berpikir kritis dan tidak mudah tergoda dengan tawaran yang terlalu menarik untuk menjadi kenyataan.

“Berkomunikasi dengan orang tua atau orang dewasa yang terpercaya, jika merasa ragu atau curiga terhadap sesuatu,” imbuhnya.(arp)

example banner

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini