Site icon Harian Kepri

SP3 Bobby Terbit, FANM Sepakat Ajukan Praperadilan

Humas Forum Anak Negeri Menggugat (FANM), Aulia (tengah), Riza Hafidz (kiri) saat keterangan pers, Jumat (6/9/2019), di Polres Tanjungpinang-f/masrun-hariankepri.com

TANJUNGPINANG (HAKA) – Forum Anak Negeri Menggugat (FANM), bakal mempraperadilankan Polres Tanjungpinang, terkait terbitnya SP3 tersangka Bobby Jayanto (BJ). Demikian ditegaskan Humas FANM, Aulia.

Kepada hariankepri.com, Jumat (13/9/2019), Aulia mengatakan, langkah selanjutnya akan menguji SP3 BJ di pengadilan. Namun pihaknya belum menentukan tanggal permohonan gugatan tersebut.

“Mengenai langkah yang akan kita ambil, forum bersepakat menyusun langkah ke praperadilan,” terangnya.

Pihaknya menilai, perkara rasis tersangka BJ masuk delik biasa bukan delik aduan. Artinya, penanganan perkara BJ yang dilakukan oleh Penyidik Sat Reskrim Polres Tanjungpinang sesuai KUHAP, dan Perkapolri nomor 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan.

Dalam proses itu hasilnya, terlapor diduga kuat melakukan tindak pidana rasis dan cukup dua alat bukti, sehingga penyidik menetapkan terlapor BJ menjadi status tersangka.

Dan penyidik juga, telah mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tersangka ke Kejaksaan Negeri, Tanjungpinang beberapa waktu lalu.

“Sebagaimana kita ketahui bersama, kasus ini adalah pidana umum. Undang-Undangnya jelas, penghapusan diskriminasi ras dan etnis nomor 40 tahun 2008. Artinya, baik dicabut laporan maupun berdamai tetap lanjut berkas perkaranya ke pengadilan,” jelasnya.

Menurutnya, dalam menerbitkan SP3 maka Penyidik Sat Reskrim Polres Tanjungpinang harus memenuhi tiga syarat yakni, pasal 109 ayat (2) KUHAP.

Disebutkannya, terlapor tidak terdapat cukup bukti, sementara alat bukti BJ telah terpenuhi dan status tersangka sudah ditetapkan.

Kedua, peristiwa tersebut tidak masuk unsur tindak pidana. Terakhir, ada 4 poin penyidikan perkara dihentikan demi hukum yakni, terdakwa meninggal dunia, namun nyatanya alhamdulillah BJ masih hidup.

Lalu perkaranya nebis in idem, artinya dalam pasal 76 KUHPidana menyebutkan, seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Selanjutnya, perkaranya ke kedaluwarsa/verjaring yang diatur dalam pasal 78 KUHPidana.

Keempat, pencabutan perkara harus bersifat delik aduan seperti kasus asusila, dan sejenisnya yang datur dalam pasal 75, pasal 284 ayat (4) KUHPidana.

“Kalau kita cermati poin per poin kriteria stopnya perkara, maka SP3 BJ tidak masuk asas dan unsur dalam KUHAP maupun KUHPidana,” tutup Aulia. (rul)

Exit mobile version