BINTAN (HAKA) – Usaha kedai menjamur di wilayah Pulau Bintan yakni, Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang. Tentunya, para pemilik usaha pun menerapkan berbagai strategi pemasaran untuk terus mendapatkan konsumen.
Di antaranya, kualitas rasa kopi serta pelayanan yang rama demi kenyamanan serta kepuasan konsumen. Termasuk harga juga menjadi salah satu daya tarik bagi peminat kopi.
Masyarakat Kepulauan Riau (Kepri) menyebut kopi hitam adalah “kopi O” dan es teh adalah “teh obeng.” Artinya, jika warga luar Kepri datang ke Kepri khususnya Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang dapat menyesuaikan sebutan warga lokal tersebut.
Menariknya, ada 1 kedai kopi di Bintan menerapkan konsep sedekah, dalam menjual minuman kopi untuk konsumen. Kedai itu beralamat di Kampung Keke, Kelurahan Kijang Kota, Kecamatan Bintan Timur (Bintim).
Warung itu bernama Kedai Kopi Jali, dengan pemilik pria bernama Jali. Kedai ini pun ramai dikunjungi oleh berbagai kalangan warga sejak buka pada pukul 05.30 WIB hingga pukul 23.30 WIB.
Pasalnya, Jali hingga saat ini masih menerapkan harga sangat ekonomis, dibandingkan warung kopi lainnya. Yakni, kopi O di warungnya seharga Rp 4 ribu per gelas dan kopi susu Rp 5 per gelas. Meskipun harga biji kopi naik mulai dari harga Rp 26 ribu per Kg menjadi Rp 72 ribu saat ini.
“Harga kopi O masih Rp 4 ribu, sejak saya mulai merintis usaha tahun 2019 sampai sekarang. Semua kedai yang lain sudah naik harganya,” ucap Jali saat ditemui hariankepri.com beberapa waktu lalu.
Saking banyak peminatnya, Jali beserta 6 karyawannya mampu melayani pesanan ratusan konsumen dalam sehari. “Kami membuat kopi sekitar 500 gelas per hari dengan 15 Kilogram (Kg) kopi,” terangnya.
Menurutnya, banyak rekan-rekan maupun pelanggan lainnya menyarankan ke dia agar menaikkan harga kopi O nya sesuai harga pasar di Kijang. Namun, dirinya bertahan di harga Rp 4 ribu itu.
Dengan alasan, Jali ingin membantu rekan-rekannya maupun warga lainnya, sekaligus melakukan amal ibadah dengan usaha yang ia geluti itu. Bahkan, dirinya juga terus mengajarkan ke karyawan untuk bersedekah dan bersikap jujur kepada konsumen.
“Alhamdulillah, dengan harga segitu saya masih mampu gaji 6 karyawan yang kebanyakan ibu rumah tangga Rp 1,8 juta per bulan per orang, dan bisa bayar sewa ruko,” tuturnya.
Selain dirinya membuka warung kopi. Ia juga mempunyai tempat usaha penggilingan kopi dengan memesan biji kopi dari daerah lain.
“Saya dibantu 2 orang karyawan untuk menggiling kopi. Dengan pembagian 20 persen dari keuntungan harga jual,” tutupnya. (rul)