Site icon Harian Kepri

Tiga Bulan Tangani Pasien Covid-19, Tagihan RSUD RAT ke Kemenkes Capai Rp 5,2 Miliar

Plt Direktur RSUD RAT, Yusmanedi-f/zulfikar-hariankepri.com

TANJUNGPINANG (HAKA) – Sepanjang periode Maret – Mei 2020, Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Tabib (RAT) sudah mengajukan anggaran sebesar Rp 5,2 miliar ke Kementrian Kesehatan.

Anggaran itu diajukan, sebagai klaim pengganti biaya perawatan untuk 95 pasien Covid-19, yang dirawat di RSUD RAT sepanjang periode tersebut.

Plt Direktur RSUD RAT, Yusmanedi mengatakan, anggaran yang tergolong tinggi itu, karena biaya perawatan satu orang pasien penderita Covid-19 tergolong cukup besar.

“Biaya perawatan pasien itu yang paling rendah berkisar Rp 10-Rp 15 juta, dan yang tertinggi itu bisa mencapai Rp 700 juta, bahkan bisa lebih,” katanya, Kamis (15/10/2020).

Ia memaparkan, besaran biaya masing-masing pasien tergantung dari tingkat kegawatan pasien itu sendiri.

Jika pasien itu tidak memiliki gejala penyakit lain biayanya perawatannya tergolong rendah.

Tapi apabila pasien itu memiliki gejala penyakit lain, seperti hati, saraf dan jantung maka biaya perawatannya juga otomatis akan tinggi.

“Jadi besaran biaya perawatan itu tergantung dari hasil swab, jika hasil swabnya positif terus dan ada gejala lain tentu akan dirawat terus, dan itu tentunya akan menambah biaya perawatan,” jelasnya.

Ia menyebut, tingginya biaya perawatan pasien Covid-19 itu karena harga obat antivirus untuk satu kali suntik harganya Rp 1,5 juta. Dalam satu hari ujarnya, obat itu bisa disuntikkan dua atau tiga kali ke tubuh pasien Covid-19.

“Jadi yang mahal dalam perawatan pasien Covid-19 itu obat dan alatnya,” ucapnya.

Sejatinya kata dia, dari perhitungan pihaknya, selama periode itu, anggaran yang telah dikeluarkan pihaknya untuk merawat 95 pasien Covid-19 mencapai Rp 8,7 miliar.

Namun, karena ada sejumlah permasalahan, pihak Kemenkes hanya bersedia membayar sebesar Rp 5,2 miliar. Adapun permasalahan itu seperti karena adanya perubahan regulasi. Kemudian, ada juga NIK pasien yang tidak online.

“Selain itu ada juga karena hasil swab dari BTKL tidak lengkap. Dan ada juga pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang dirawat di rumah singgah belum disetujui verifikator BPJS Kesehatan,” paparnya.(kar)

Exit mobile version