TANJUNGPINANG (HAKA) – Untuk mengingatkan masyarakat dan pemerintah tentang arti penting benda cagar budaya, Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abdimas) Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang, turun ke Lingga selama tiga hari, dimulai 30 Juli 2018 lalu.
Tim Abdimas UMRAH ini dipimpin oleh Adji Suradji Muhammad. Kepada hariankepri.com, Suradji mengatakan, sebagai perguruan tinggi yang menyandang nama besar pahlawan nasional dari Kepulauan Riau, yaitu Raja Ali Haji, pihaknya memiliki kewajiban baik moral maupun sosial, untuk melestarikan dan terus mengembangkan nilai-nilai luhur yang ditinggalkan oleh Raja Ali Haji.
Suradji melihat, bahwa nama Raja Ali Haji yang ada di UMRAH perlu diterjemahkan, dalam berbagai bentuk kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
“Selain tamadun Melayu yang dijadikan mata kuliah dasar umum untuk mahasiswa, civitas akademik UMRAH juga perlu melakukan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masayarakat khususnya terkait dengan tema-tema Melayu,” ungkapnya.
Dalam kegiatan sosialisasi pelestarian cagar budaya yang bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga ini, Tim abdimas juga mengundang Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Batu Sangkar.
Pelibatan Balai Pelestarian Cagar Budaya Batu Sangkar, sebab Lingga dan Kepulauan Riau merupakan salah satu wilayah kerja balai di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Dengan demikian maka akan semakin memperkuat dan memperlancar akses informasi dan komunikasi yang akan sangat bermanfaat bagi pengembangan Cagar Budaya yang ada di Lingga,” paparnya.
Dalam kesempatan tersebut masing-masing narasumber memberikan pencerahan bagi masyarakat. Di antaranya dari Lembaga Adat Melayu, guru-guru, OSIS dan para pemuda.
“Ada juga pak Abdul Malik Dekan FKIP UMRAH, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Batu Sangkar, Agoes Tri Mulyono dan Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga, Muhammad Ishak,” sebutnya.
Di akhir diskusi, Adji yang juga sebagai moderator menyampaikan beberapa catatan penting, di antaranya perlu ditumbuhkembangkan kesadaran masyarakat akan pelestarian budaya melayu baik yang berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible).
“Perlu kiranya dibuat satu gerakan sosial agar masyarakat dengan sukarela mendaftarkan benda-benda yang menjadi koleksinya kepada pemerintah melalui Dinas Kebudayaan,” tegasnya. (zul)