TANJUNGPINANG (HAKA) – Waduk Sei Pulai yang merupakan salah satu sumber air baku utama, untuk masyarakat Ibu Kota Provinsi Kepri semakin hari kondisinya semakin memprihatinkan.
Penyebabnya selain karena dipengaruhi oleh faktor cuaca. Kondisi hutan di sekitar waduk tersebut juga mulai gundul, akibat penjarahan menjadi faktor lain yang membuat waduk tertua di Pulau Bintan itu masuk dalam kondisi kritis.
Sepanjang pantauan Kamis (5/4/2018), kondisi di sekitar waduk itu tidak lagi hijau.
Hampir sebagian besar hutan yang fungsinya sebagai penyerap air, kini sudah beralih fungsi menjadi kebun rakyat. Bahkan ada juga beberapa lokasi di sekitar waduk yang mulai gundul akibat penjarahan.
Anggota DPRD Provinsi Kepri Rudi Chua menilai, kondisi itu bisa terjadi karena kurangnya peran pemerintah dalam melindungi waduk sebagai sumber air baku untuk masyarakat.
“Selama ini kami melihat pemerintah sendiri seperti acuh dan tak peduli terhadap sistem waduk di wilayah Pulau Bintan ini. Saya melihat, kalau terus seperti ini, dua bulan lagi waduk sungai pulai tidak dapat melayani pelanggan lagi,” ujarnya.
Ia menyebut, seharusnya petugas PDAM dapat bersikap terbuka ke masyarakat jika penyebab turunnya debit air di waduk tersebut tidak semata dikarenakan faktor cuaca, tapi juga dipengaruhi faktor lain seperti penjarahan hutan disekitar waduk.
“Petugas di waduk seharusnya tidak hanya mengabarkan pengurangan jam operasional, tapi harus disampaikan juga bahwa kondisi yang terjadi di waduk saat ini juga diakibatkan karena penjarahan hutan,” sebutnya.
Kasubag Produksi PDAM Tirta Kepri, Budianto mengakui, saat ini stok air di Waduk Sei Pulai terus mengalami penyusutan.
Namun, penyusutan itu lebih disebabkan karena faktor cuaca. Dengan kondisi itu, kini pihaknya pun terpaksa mengurangi durasi produksi air, dari yang awalnya delapan jam perhari menjadi enam jam perhari.(kar)