TANJUNGPINANG (HAKA) – Jika traveler mengetik “pulau bintan” di mesin pencari Google maka akan muncul berbagai destinasi wisata yang ada di pulau ini.
Ya, Pulau Bintan memang sangat terkenal dengan destinasinya, mulai dari destinasi wisata bahari, mangrove hingga sejarah.
Terdapat beragam lokasi alam yang sangat memesona. Sebut saja kawasan pantai trikora, kemudian kawasan lagoi dan lainnya.
Pulau Bintan juga merupakan salah satu pulau di Provinsi Kepulauan Riau, yang di dalamnya terdapat Kota Tanjungpinang sebagai Ibu kota Provinsi Kepulauan Riau.
Lalu bagaimana asal usul nama Pulau Bintan tersebut?. Dilansir dari travel.detik.com, dalam sebuah buku berjudul Cerita Rakyat dari Bintan oleh B. M. Syamsuddin, berikut rangkuman asal usul nama Pulau Bintan, pulau yang berlimpah intan.
Pulau Bintan, sebelumnya bernama Pulau Putih. Alkisah, terkenal lah seorang putri cantik rupawan yakni Putri Lencana Muda. Anak raja-raja negeri tetangga, seperti putra Raja Pagaruyung dan anak Raja Lingga hendak meminangnya.
Mereka pun mengirimkan utusan untuk melamar Putri Lencana Muda yang jelita itu. Raja Johan Syah menunjuk Panglima Bongkok Lela Bangsawan gelar Sri Gumam untuk menyambut utusan Raja Pagaruyung dan Raja Lingga saat itu.
Konon, utusan Raja Lingga bernama Tun Jaya gelar Sri Gumaya bersikap kasar, temberang, dan gagah berani. Karena dipandang pongah, kurang sopan santun, maka lamaran Alam Syah Raja Lingga pun ditolak.
Sementara itu, pinangan anak Raja Pagaruyung yang akan berpermaisurikan Putri Lencana Muda diterima dengan baik dan direstui baginda Johan Syah Raja di Pulau Putih. Mendengar hal itu, Sri Gumaya menjadi murka.
“Hai bedebah! Berani sungguh orang kaya menampik pinangan Raja kami. Laknat! Kalian rasai balasan dari kami, Raja kuasa di Lingga,” gertak Sri Gumaya. “Ikan bawal si ikan pari. Di situ menjual, tetap kami beli,” tegas Sri Gumam.
Sri Gumaya semakin murka sehingga terjadi huru hara di Pulau Putih. Pertarungan begitu dahsyat antara Panglima Bongok Lela Bangsawan melawan Tun Jaya gelar Sri Gumaya itu. Mereka saling beradu kekuatan ilmu sakti.
Alam Pulau Putih menggelegar, cahaya kuning kemerah-merahan pun memancar-mancar.
Beberapa abad kemudian, di kali Gunung Putih, cahaya gemerlapan terus memancar. Di kala itu juga, berdatangan saudagar-saudagar Arab, India, dan Jawa.
Mereka membeli kulit kayu tengar dan buah pinang yang merupakan hasil penduduk Bukit Batu di lereng gunung Bukit Piatu bersebelahan Gunung Demit. “Masya Allah, ada intan!” kata saudagar Arab menunjuk ke dalam karung goni buah pinang yang dibelinya.
“Intan?” saudagar-saudagar lain bertanya serentak. “Ada intan di pulau ini? Begitu banyaknya intan itu, hingga masuk ke dalam karung goni buah pinang?” tanya mereka di sana sini.
“Mungkin-mungkin,” anak cucu Panglima Bongkok Lela Bangsawan keturunan Sri Gumam mengingat-ingat. Gunung-gunung Pulau Putih di darat Perigi Tujuh Bukit Tajas pun dirambah dan digali, mereka mendulang intan.
“Segunung berintan di Pulau Intan!” syukur mereka. Penduduk di lingkungan Pulau Putih bersorak-sorai, “Pulau Be-intan! Bentan…Bintan!” Pulau berisi intan akhirnya disebut Bintan yang berasal dari be-intan atau bentan dengan cahaya memancar gemerlapan.(arp/dtk)